Begawi Cakak Pepadun, Perjalanan Menuju Status Tertinggi dalam Adat Lampung

Teknokra.id - Halo Sobat Teknokra! Begawi, yang juga dikenal sebagai Gawi, adalah sebuah tradisi adat yang menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat suku Lampung. Tradisi ini melibatkan serangkaian prosesi adat yang sarat makna dan simbolisme, sekaligus mencerminkan kearifan lokal masyarakat Lampung. Namun sangat disayangkan keberadaan Begawi di tengah kehidupan masyarakat Lampung seiring perkembangan zaman mengalami penurunan. Dapat diketahui biaya kebutuhan acara begawi sangatlah besar mengingat prosesi adat yang dilakukan cukup lah lama yaitu 7 hari 7 malam. Mengingat juga minat masyarakat mulai lah menurun karena perkembangan zaman yang ada, sehingga tradisi begawi mulai jarang ditemui. 



1. Makna dan Tujuan Begawi

Tujuan utama begawi sebagai ajang pemberian gelar adat yang menandakan kenaikan status seseorang. Gelar adat seperti Suttan, Pengiran, Rajo, Ratu, hingga Batin memiliki urutan tersendiri, dengan Suttan sebagai gelar tertinggi. Biasanya penerima gelar ini, terutama dalam adat Lampung Pepadun, disebut sebagai penyimbang, yakni pemegang kedudukan adat tertinggi yang umumnya diwariskan kepada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua. 

Namun tidak hanya terkait semena-mena status sosial, Begawi juga sering diadakan dalam acara pernikahan atau khitanan. Dalam acara pernikahan gelar adat akan diberikan kepada pasangan pengantin, sementara dalam acara khitanan, gelar dapat diberikan kepada anak-anak, sering kali dengan prosesi yang mewah dan meriah. 

2. Prosesi dan Rangkaian Acara Begawi

Begawi memiliki banyak prosesi di dalam nya, seperti peragaan pencak silat, penyembelihan hewan (biasanya kerbau), pemberian gelar adat, berbalas pantun, dan tarian tradisional Cangget, Tarian Cangget, misalnya, menjadi daya tarik tersendiri karena melibatkan bujang dan gadis dari setiap rumah untuk menari di Sesat Agung (rumah adat) hingga pagi hari.

Begawi Cakak Pepadun salah satu prosesi paling penting dari tradisi ini. Dalam prosesi ini, singgasana kayu bernama Pepadun digunakan sebagai simbol status sosial, di mana gelar adat diberikan kepada penerima gelar setelah memenuhi syarat tertentu, seperti memberikan uang dau dan menyembelih kerbau dengan jumlah yang telah ditentukan. Biaya untuk melaksanakan upacara ini bisa mencapai ratusan juta rupiah, tergantung pada tingkat status adat yang diinginkan. Tujuan Begawi Cakak Pepadun adalah mengangkat seseorang menjadi penyimbang yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Lampung. Penyimbang adalah kedudukan adat tertinggi dalam masyarakat Pepadun dan dipegang oleh anak laki-laki tertua dari keturunan tertua. Penyimbang memiliki peran penting dalam proses pengambilan keputusan.

3. Perbedaan Budaya Lampung Pepadun dan Saibatin 

Begawi juga menjadi penanda perbedaan budaya antara masyarakat Lampung Pepadun yang mendiami wilayah tengah dan Lampung Saibatin yang tinggal di daerah pesisir. Dalam adat Lampung Saibatin, pemberian gelar adat hanya berdasarkan garis keturunan dan hanya untuk laki-laki yang sudah menikah. Sebaliknya, masyarakat Lampung Pepadun memungkinkan perempuan dan individu yang belum menikah untuk menerima gelar adat melalui upacara Begawi. 

4. Nilai yang terkandung dalam Tradisi Begawi

Tradisi Begawi mengandung nilai-nilai luhur seperti egalitarianisme dan keterbukaan. Hal ini tercermin dalam prinsip nengah nyappur, yaitu sikap terbuka kepada masyarakat untuk memperluas pengetahuan, serta neumi nyimah, yang berarti murah hati dan ramah kepada setiap orang. Meski kompleks dan penuh makna, pelaksanaan Begawi membutuhkan dukungan dari majelis penyimbang, yang memegang otoritas dalam memutuskan pemberian gelar. Peran penyimbang, sebagai pemilik gelar Suttan, sangat penting dalam menjaga kelangsungan tradisi ini.

Begawi adalah warisan budaya Lampung yang unik dan kaya akan nilai-nilai luhur. Sebagai cerminan identitas budaya, Begawi tidak hanya menjadi simbol status sosial, tetapi juga sarana memperkuat nilai-nilai kebersamaan, keterbukaan, dan penghormatan terhadap adat istiadat. Namun, di tengah perubahan zaman, perlu upaya lebih untuk melestarikan tradisi ini agar tidak punah dan tetap menjadi kebanggaan masyarakat Lampung (Penulis : Najuwa Kartika Sani).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel